Ilmu Sosial Dasar
Nama : Arum Chandheni
Dosen : Ahmad Nasher
Universitas Gunadarma
Seiring dengan
perkembangan zaman, kehidupan manusia juga mengalami
perkembangan dan mengalami perubahan positif dan perubahan negatif. Teknologi
yang muncul saat ini merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui
proses yang disebut metode ilmiah. Sedangkan teknologi adalah pengetahuan
dan keterampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan
manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan
pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Perkembangan
iptek saat ini meliputi berbagai bidang diantaranya meliputi bidang komunikasi,
kesehatan, transportasi dan bidang-bidang lainnya yang semakin kompleks. Islam
sebagai agama yang tawazun, tidak melarang manusia memanfatkan berbagai macam
teknologi saat ini. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah
S.W.T. yang paling sempurna sekaligus sebagai khalifah di bumi, manusia perlu
mengungkap seluruh nikmat Allah yang masih tersembunyi dengan Ilmu pengetahuan
sebagai wujud syukur manusia terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah S.W.T.
Ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan menjadi teknologi yang mampu mempermudah
manusia untuk hidup di dunia. Tidaklah heran bila Islam mewajibkan umatnya
untuk menuntut ilmu, bahkan dalam hadist mengatakan
“
Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina ”
Allah S.W.T.
juga akan memberikan karunia yang melimpah bagi orang yang mau
menuntut ilmu.
Dalam
surah Al-Alaq ayat 1, Allah S.W.T. berfirman:
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.”
Dari ayat
di atas dapat diketahui bahwa manusia telah diperintahkan untuk membaca
guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya
itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah
dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah,
yang merupakan asas Aqidah Islam.
Hubungan
Antara Agama dan IPTEK
Perkembangan IPTEK, adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan
IPTEK (Agus,1999). Agama yang dimaksud disini ialah agama Islam, yaitu agama
yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhamad SAW, untuk mengatur manusia
dengan penciptannya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan
dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan
manusia dengan manusia lainya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/ sistem
pidana). (An-Nabhani, 2001)
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang melandasi hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) paradigma hubungan antara agama dan IPTEK, (yahya Farghal, dikutip dalam M. Shiddiq Al jawi 2005), yaitu:
a. Paradigma Sekuler
Paradigma Sekuler yaitu paradigma yang memandang agama dan IPTEK terpisah satu sama lain. Sebab dalam ideologi sekularisme bbgarat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din and al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tetapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan pribadi manusia dengan Tuhannya. Agama tidak mengatur hal umum atau publik, maka dari itu paradigma ini memandang agama dan IPTEK tidak bisa dicampuri dan mengintervensi yang lainya. Agama dan IPTEK sama sekali terpisah baik secara otonologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat suatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
b. Paradigma Sosialis
Paradigma Sosialisyaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafsirkan eksitensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada dus, tidak ada hubungan dan kaitan apapun dengan IPTEK. Iptek bisa berjalan secara idependen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler diatas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu dinafikan keberadaanya, tapi hanya dibatasi paranannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist)dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Berdasarkan paradigma inilah agama tidak ada sangkut pautnya dengan IPTEK. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialisdi dasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya materialisme dialektis.
c. Paradigma Islam
Paradigma Islam yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang terdapat dalam Al-quran dan Al-hadist menjadi idah fikrinya (landasan fikiran), yaitu suatu asas yang diatasnya dibangun seluruh bangunan fikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-nabhani, 2001)
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya):
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan”. (QS. Al-Alaq [96]: 1)
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah Islam, karena iqra haruslah dengan bismirabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu ( Yahya Farghal, dikutip dalam M.siddiq Aljawi 2005). Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan adalah (pengetahuan) Allah maha meliputi segala sesuatu”. (QS. Anisaa [4]: 126).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah SAW sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak, memeluk aqidah islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai ilmu pengetahuan. Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Quran:
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Imran [3]: 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan soleh, tetapi sekaligus cerdas dalam IPTEK. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan IPTEK dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran Ophtamologi, dan kimia. Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan tekhnik, dan masih banyak lagi (tentang kejayaan IPTEK dunia Islam, lihat misanya: M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myres 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang melandasi hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) paradigma hubungan antara agama dan IPTEK, (yahya Farghal, dikutip dalam M. Shiddiq Al jawi 2005), yaitu:
a. Paradigma Sekuler
Paradigma Sekuler yaitu paradigma yang memandang agama dan IPTEK terpisah satu sama lain. Sebab dalam ideologi sekularisme bbgarat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din and al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tetapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan pribadi manusia dengan Tuhannya. Agama tidak mengatur hal umum atau publik, maka dari itu paradigma ini memandang agama dan IPTEK tidak bisa dicampuri dan mengintervensi yang lainya. Agama dan IPTEK sama sekali terpisah baik secara otonologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat suatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
b. Paradigma Sosialis
Paradigma Sosialisyaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafsirkan eksitensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada dus, tidak ada hubungan dan kaitan apapun dengan IPTEK. Iptek bisa berjalan secara idependen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler diatas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu dinafikan keberadaanya, tapi hanya dibatasi paranannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist)dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Berdasarkan paradigma inilah agama tidak ada sangkut pautnya dengan IPTEK. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialisdi dasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya materialisme dialektis.
c. Paradigma Islam
Paradigma Islam yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang terdapat dalam Al-quran dan Al-hadist menjadi idah fikrinya (landasan fikiran), yaitu suatu asas yang diatasnya dibangun seluruh bangunan fikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-nabhani, 2001)
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya):
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan”. (QS. Al-Alaq [96]: 1)
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah Islam, karena iqra haruslah dengan bismirabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu ( Yahya Farghal, dikutip dalam M.siddiq Aljawi 2005). Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan adalah (pengetahuan) Allah maha meliputi segala sesuatu”. (QS. Anisaa [4]: 126).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah SAW sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak, memeluk aqidah islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai ilmu pengetahuan. Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Quran:
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Imran [3]: 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan soleh, tetapi sekaligus cerdas dalam IPTEK. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan IPTEK dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran Ophtamologi, dan kimia. Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan tekhnik, dan masih banyak lagi (tentang kejayaan IPTEK dunia Islam, lihat misanya: M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myres 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek
Dewasa Ini
Pertanyaan berikutnya adalah “apakah
peranan agama terhadap pengembangan iptek seperti yang diharapkan itu telah
terjadi?” Dari pengamatan selama ini, saya rasa peranan seperti itu belum
terjadi. Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada
taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan
beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan
agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek
diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang
timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang
lalu ada polemik di surat kabar tentang tayangan televisi swasta yang dianggap
tidak sesuai dengan nilai-nilai agama (misalnya, penonjolan aurat wanita,
cerita perselingkuhan, dsb.). Fihak yang berkeberatan mengatakan bahwa hal itu
dapat merusak mental masyarakat. Tetapi, fihak yang tidak berkeberaan dengan
acara seperti itu mengatakan bahwa ‘kalau anda tidak senang dengan acara itu,
matikan saja televisinya.’ Perusahaan televisi swasta adalah perusahaan yang
harus memikirkan keuntungan dan ia akan berusaha menayangkan film yang digemari
masyarakat. Kalau masyarakatnya senang film sex dan sadis, maka film itu
pulalah yang akan memperoleh rating tinggi dan diminati oleh pemasang iklan. Ini
adalah pemikiran yang sekuler, yang memisahkan urusan dagang dari agama. Tugas
pengusaha adalah mencari untung sebanyak-banyaknya, sedang mendidik kehidupan
beragama masyarakat adalah tugas guru agama dan ulama. Kasarnya, tugas setan
memang menggoda manusia sedang mengingatkan manusia adalah tugas nabi.
Polemik ini diselesaikan dengan
penerapan sensor intern dari perusahaan televisi swasta. Kini adegan ciuman
bibir antara lelaki perempuan, yang biasa kita lihat di bioskop, tidak akan
kita temukan di televisi. Film “Basic Instinct” yang ditayangkan di televisi
beberapa waktu yang lalu telah dipotong sedemikian rupa sehingga steril dari
adegan sex yang panas.
Ada pula konflik antara ajaran agama
dan ajaran ilmu pengetahuan yang diselesaikan dengan cara menganggapnya “tidak
ada atau sudah selesai” padahal ada dan belum diselesaikan. Sebagai contoh
adalah teori tentang asal usul manusia yang diajarkan di sekolah. Guru biologi
mengajarkan bahwa menurut sejarahnya, manusia itu berasa dari suatu jenis
tertentu yang kemudian pecah menjadi dua cabang: yang satu mengikuti garis
pongid yang akhirnya menjadi kera modern, yang lain mengikuti garis manusia
yang berkembang mulai dari manusia kera purba sampai ke manusia modern. Guru
agama Islam mengajarkan bahwa, berdasarkan dalil-dalil naqli, manusia itu
diciptakan oleh Allah s.w.t. dalam bentuknya seperti sekarang. (Lihat buku teks
Biologi SMU untuk kelas tiga dan bandingkan dengan buku teks Pendidikan Agama
Islam di SMU).
Ini adalah pertentangan teori yang
klasik, antara teori evolusi dan teori ciptaan, yang pernah melanda Amerika
Serikat beberapa tahun yang lalu. Di dunia ilmu pengetahuan, konflik itu tetap
berlangsung sampai sekarang walaupun kelompok pendukung teori ciptaan ini
jumlahnya makin sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang mempercayai teori
evolusi. Di bidang ilmu, konflik antara teori yang satu dengan yang lain adalah
wajar dan merupakan rahmat (Konflik semacam inilah yang menimbulkan paradigma
baru dalam ilmu pengetahuan dan menghasilkan teori-teori baru. Akan tetapi,
jika konflik semacam ini diajarkan di sekolah tanpa diselesaikan, maka
kebingungan lah yang akan menjadi akibatnya. Di Amerika, konflik ini
diselesaikan dengan melarang diajarkannya teori ciptaan di seluruh sekolah
negeri.
Di Indonesia, konflik di sekolah ini
tidak diselesaikan dan dianggap tidak ada. Pelajaran Biologi hanya mengajarkan
teori evolusi dalam bidang biologi dan pura-pura tidak tahu bahwa ajaran agama
Islam, Kristen, dan Katolik menganut faham creationism (manusia diciptakan). Sebaliknya,
Pendidikan Agama Islam mengajarkan teori ciptaan dan menyalahkan teori evolusi
tanpa menjelaskan dimana letak kesalahan teori evolusi itu (padahal, sampai
saat ini, teori evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi).
Secara teoritis, keadaan seperti ini akan menghasilkan lulusan SMA yang bingung
di bidang asal usul manusia
Jadi, Kemajuan
dalam bidang iptek telah menimbulkan
perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan umat manusia. Perubahan in, selain
sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada lagi segi
segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada
kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat
manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
Referensi:
3. Renkdisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar